--> Skip to main content

Putri Calathea dan Peri Cahaya

 Alkisah di sebuah negeri, berdirilah sebuah kastel yang sangat megah. Kastel itu dipimpin oleh seorang ratu yang cantik jelita. Namanya Ratu Flora. Dia memiliki putri yang dikenal dengan Putri Calathea. 

Pada suatu hari, saat matahari sedang menyinari bumi, Putri Calathea dan beberapa dayangnya duduk di bawah pohon. Mereka melihat anak-anak yang asyik berlarian di padang rumput. 

"Putri, kenapa tidak bergabung dengan mereka?" tanya dayang. 

"Aku tidak suka bermain di bawah sinar matahari. Kulitku akan terbakar nanti," jawab Putri Calathea.

Wajah Sang Putri yang putih seperti memancarkan kecemasan. Dia murung melihat semua orang di sekeliling bergembira. Dayang-dayang berusaha membujuknya untuk bermain agar hatinya bahagia, tetapi Putri Calathea malah menjawabnya dengan ketus. 

"Awas, ya, kalau kalian bermain dengan mereka! Coba lihat kulit mereka! Kusam dan warnanya gelap. Kalian mau seperti itu?" Putri Calathea mengambil kipas yang dipegang dayangnya. 

"Tapi Putri ...." Dayang menghentikan ucapannya karena melihat Sang Putri menatapnya dengan tajam. 

Di tengah keramaian anak-anak, datanglah wanita seusia Ratu menghampiri Putri Calathea. Dia tersenyum. Pancaran matanya membuat para dayang tidak mampu menatap. Sementara itu Putri Calathe masih kesal pada dayangnya. 

"Kenapa Tuan Putri murung?" tanya wanita itu pada Putri Calathea. 

"Aku tidak suka cahaya matahari. Panas dan bikin kulit kering, tapi meraka terus saja membujukku bermain di bawah terik matahari, Jika saya Peri Cahaya ada di sini,  aku aku kutuk agar tidak pernah bersinar lagi," sahut Putri Calathea geram. 

Setelah ini Putri langsung mengajak dayangnya untuk pulang ke kastel.  Dia tidak mau melihat matahari. Melihat sikap Putri Calathea,  wanita itu tertunduk lesu. Dia duduk dan memikirkan apa yang Tuan Putri katakan. 

***

Hari ini ada yang berbeda dengan Putri Calathea. Dia bermain riang di padang rumput. Sang Putri memandang langit dan deretan lampu dari kastel dan rumah-rumah pendusuk. Sementara itu anak-anak yang lain terlihat murung dan bersedih. 

"Kenapa beberapa hari ini matahari tidak terbit seperti biasa?" tanya seorang anak. 

"Entahlah, aku pikir ini ada hubungannya dengan Putri Calathea. Karena hanya dia yang bahagia saat matahari tidak bersinar lagi," jawab yang lain. 

***

Hari terus berganti. Masyarakat di penjuru negeri mulai gelisah.  Anak-anak mereka mengalami kelemahan otot kaki dan tangan. Bayi-bayi mereka mengalami kelambatan dalam tumbuk kembang. Para orang tua yang sudah lanjut berteriak histeris. Gigi mereka rontok seketika. Bahkan, tanaman pun layu dan tidak berbuah.  

"Menurut tabib istana, ini adalaha wabah kekurangan vitamin D," kata Tuan Patih melaporkan kepada Ratu Flora.

"Sepertinya, aku harus menemui Peri Cahaya dan memohon untuk kembali bersinar." Ratu Flora bergumam. 

Melihat Sang Ibu bersedih,  Putri Calathea tidak tega.  Dia merasa bersalah karena telah bersenang-senang di atas penderitaan seluruh penjuru negeri. 

"Ibunda, biarkan aku saja yang bertemu Peri Cahaya," ucap Putri Calathea. 

"Tapi kamu masih kecil untuk mengemban tugas ini, Ananda," jawab Ratu Flora. 

"Jika Ibunda yang pergi,  siapa yang akan memerintah di Kastel. Masyarakat sedang nembutuhkan Ibunda," kata Putri Calathea. 

"Baiklah kalau begitu, Ananda.  Bawalah bunga matahari ini sebagai persembahan untuk Peri Cahaya."

Ratu Flora akhirnya melepas putri tersayangnya untuk pergi ke angkasa,  bertemu Peri Cahaya. Dia dimantrai oleh para sesepuh kastel agar bisa terbang ke angkasa. 

Sesampainya di angkasa, Putri Calathea terkejut karena Peri Cahaya adalah wanita yang menemuinya tempo hari. Dia sedang bersedih. Sinar yang terpancar dari tubuhnya terhalang kabut penyesalan.  Sang Peri merasa dirinya tidak berguna lagi.

"Untuk apa kamu datang?" tanya Peri Cahaya saat melihat Putri Calathea masuk ke kediamannya. 

"Aku ingin memohon maaf pada Ibu Peri!" jawab Putri Calathea. 

"Apa salahmu?" Peru Cahaya menatap Putri Calathea dengan serius. 

"Selama ini aku egois. Mengharapkan sesuatu yang bisa menbuat orang lain menderita," kata Putri Calathea. 

"Lalu apa yang ingin kamu lakukan?" Peri Cahaya tersenyum sinia. 

"Aku ingin Ibu Peri kembali bersinar.  Aku berjanji akan bahagia menyambut cahayamu.  Aku juga akan bermain bersama anak-anak lain di siang hari," ucap Putri Calathea. 

"Aku tidak memberi dengan cuma-cuma.  Apa yang akan kamu persembahkan padaku?" tanya Peri Cahaya. 

Sebuah bunga matahari yang belum mekar. Diserahkan pada Peri Cahaya. Dia terseyun melihat bunga matahati di tangannya.  Lalu,  seketika itu juga bunga matahari mekar dan menghadap Peri Cahaya. 

Putri Calathea takjub melihat pemandangan di depannya. Dia berpamitan pada Peri Cahaya dan kembali turun ke bumi. Saat dia turun dari kejauhan dia melihat tubuh Putri Cahaya memancarkan sinar yang menyilaukan. Seluruh negeri terang berderang.  Semua masalah pun berakhir. 

Putri Calathea sangat senang bermain di padang rumput.  Dia bersyukur karena bisa menyadari keegoisannya.  Melihat tawa riang anak-anak, Sang Putri tidak bisa berhenti tersenyum. 

***

Tamat

-Kisah ini dipersembahkan untuk anak-anak di seluruh dunia dalam rangka memperingati hari dongeng sedunia. 


Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar