--> Skip to main content

Hari Ke-2: Mengajak Timur Pulang Saat Magrib Tiba


Saya sering sekali mengajak Timur untuk pulang ke rumah ketika azan magrib berkumandang. Namun, selama ini saya selalu gagal. Entah berapa bulan hal ini terus saya coba. 

Lingkungan perumahan yang ramai dengan keberadaan teman sebaya yang menyenangkan membuat mereka enggan dipisahkan jika sudah main bersama. Selalu harus ada drama yang saya lewati setiap kali mencobanya. 

Kali ini juga tidak begitu banyak perubahan, Saat azan magrib Timur masih asyik main dengan temannya. Mereka biasanya main secara nomaden. Saat sudah bosan pindah ke rumah kami. Lalu kembali ke rumah teman Timur. Terus saja seperti itu sampai saya merasa bosan mengajak Timur pulang. Khawatir tidak bisa menjaga emosi saya.

Hari saya mencoba mengajaknya kembali untuk pulang karena sudah malam. Tetapi Timur tidak mengindahkan perkataan saya. Dia malah asyik. Atau mungkin dia lebih fokus sama permainannya akhirnya saya kasih dia kesempatan untuk main sampai jam 8.

"Timur, mainnya sampai jam 8 malam saja, ya," ucapku.

"Iya," jawabnya sembari sibuk dengan mainan.

Saya belum puas. Karena mungkin saja dia tidak mencwrna ucapan saya. 

"Sayang, jam 8 malam, Timur pulang, ya."

"Iya." Timur masih asyik dengan apa yang dia pegang.

Lagi-lagi saya khawatir dia tidak bisa menangkap pesanyang saya sampaikan.

"Jam 8 malam Timur pulang ke rumah," tegas saya.

"Iya," jawabnya lagi.

"Jam berapa Timur harus pulang?" tanya saya.

"Jam 8 malam." 

Setelah Timur menjawab, saya baru yakin kalau dia sudah memahami apa yang saya maksud.

Saya tinggalkan Timur beberapa menit saja. Supaya dia mendapat waktu untuk bermain dengan temannya. Saat jam menunjukkan pukul 19.30 saya mengampirinya lagi.

"Timur sudah jam delapan ini," kata saya seraya berbohong. 

Timur belum mengerti konsep waktu. Saya pikir untuk saat ini tidak apa-apa jika membohonginya. Akan tetapi anak sulung saya itu masih asyik bersama temannya.

Saya menarik napas dalam-dalam. Mengumpulkan segenap kesabaran dan berusaham berkata lembut agar tidak menyakiti hatinya.

"Timur, jam berapa sekarang, ya?" tanya saya.

"Jam delapan." Dengan wajah polos dia percaya dengan perkataan saya. Padahal saya berpikir dia tidak fokus.

"Kalau sudah jam delapan Timur harus apa?" tanya saya lagi.

"Harus pulang. Hayu, Bun, Timur mau pulang!" ajaknya.

Saya sumringah. Merasa berhasil mengelabuinya. Meski hati ini tetapmerasa bersalah karena telah memanfaatkan ketidaktahuannya akan konsep waktu. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

"Aa, Timur uih dulu, ya. Cudah dam cembilan," pamitnya pada si empunya rumah. 

Dari temuan kali ini saya belajar untuk memerangi ego pribadi denganl:
1. Berusaha sabar 
2. Memberikan anak jeda untuk mencerna perkataan saya dengan mengolah kosa kata. 
3. Memberinya tengat waktu untuk mengajarkan tanggung jawab atas komitmen yang telah di buat
4. Melakukan negosiasi 

Mulai besok saya berencana untuk kembali mencoba melakukan hal serupa dengan melakukan perjanjian kapan si kecil harus pulang. Semoga bisa lebih baik lagi.

Sebenarnya saya gagal mengajak timur pulang tepat waktu. Tetapi saya cukup puas karena bisa mengendalikan emosi saya dan Timur bisa pulang tanpa membawa tangisan.

Untuk tuntutan kali ini saya merasa belun maksimal. Maka saya cukup puas dengan mendapat ⭐️⭐️⭐️.

Terima kasih!

Tasikmalaya,  4 September 2020
Nurmaisyah

#harike2
#tantangan15hari
#zona1komprod
#pantaibentangpetualang
#institutibuprofesional
#petualangbahagia
#pulauimpian
#bunsaybatch6


Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar